Sabtu, 04 Januari 2014

MENCINTAI RASULULLAH-MENJADIKAN BELIAU SEBAGAI IDOLA KITA-DAN MANUSIA YANG PALING KITA CINTAI

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيراً وَنَذِيراً وَلاَ تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيمِ

"Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab...) tentang penghuni-penghuni neraka". (Terjemah Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 149).

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا
وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ

"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur". (Terjemah Al-Quran Surat Al- Imran ayat 144).

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah". (Terjemah Al-Quran Surat Al-Ahzab ayat 21).

---DI AKHERAT SESEORANG BERSAMA YANG DICINTAI---

Anas bin Malik Radhiallahu 'anhu mengisahkan, "Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi صلى الله عليه وسلم tentang hari kiamat, “Kapankah kiamat datang?" Nabi pun shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, "Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?" Orang itu menjawab, "Wahai Rasulullah, aku belum mempersiapkan shalat dan puasa yang banyak, hanya saja aku mencintai Allah dan Rasul-Nya صلى الله عليه وسلم." Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم pun bersabda, "Seseorang (di hari kiamat) akan bersama orang yang dicintainya, dan engkau akan bersama yang engkau cintai." Anas pun berkata, "Kami tidak lebih bahagia daripada mendengarkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم, 'Engkau akan bersama orang yang engkau cintai". Anas kembali berkata, "Aku mencintai Nabi صلى الله عليه وسلم, Abu Bakar dan Umar, maka aku berharap akan bisa bersama mereka (di hari kiamat), dengan cintaku ini kepada mereka, meskipun aku sendiri belum (bisa) beramal sebanyak amalan mereka.” (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, lihat Fath al-Bari (X/557 no: 6171) dan at-Tirmidzi dalam Sunan-nya (2385))

Dari Anas Radhiallahu 'anhu berkata: Seorang Arab bertanya kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم, "Bilakah hari kiamat?" Rasulullah saw menjawab, "Apakah bekalmu untuk menghadapinya?" Ia menjawabnya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya maka Rasulullah saw bersabda, "Engkau akan berkumpul dengan orang yang engkau cintai."(HR. Bukhari - Muslim).
SALAH SATU KISAH KETLDANAN BELIAU
Pernah terjadi dimasa lalu, setiap kali Rasulullah Muhammad صلى الله عليه وسلم, berjalan melewati sebuah gang/jalan kecil, saat Beliau sampai di depan rumah seorang yahudi, orang yahudi tersebut punya kebiasaan unik yang rutin dilakukan terhadap Rasulullah صلى الله عليه وسلم , yaitu meludahi Rasulullah dari depan rumahnya. Ini berlangsung setiap hari Rasulullah lewat di depan rumahnya. Lalu apa reaksiRasulullah صلى الله عليه وسلم ? Apakah Beliau membalasnya..? tidak, Beliau hanya tersenyum kepada orang yang meludahinya, membersihkan ludah yang menempel di badan atau baju Beliau, dan pergi meninggalkan orang yahudi si peludah ini. Bagaimana kira-kira jika kejadian rutin yang di alami oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم dialami oleh kita..? Kira-kira apa yang akan kita lakukan..?

Sampai pada suatu pagi ketika Rasulullah صلى الله عليه وسلم lewat di depan rumah orang yahudi "sang peludah", Beliau heran karena tidak diludahi seperti biasanya. Esok hari Beliau lewat di depan rumah orang yahudi "sang peludah" lagi, hari berikutnya begitu juga dua, sampai di hari ketiga tetap tidak ada ludah dari si Yahudi. Rasulullah صلى الله عليه وسلم pun mencari berita, pergi kemana si Yahudi ini, dan Beliau mendapat laporan bahwa ternyata dia sedang sakit. Reaksi Beliau saat mendengar si Yahudi ini sakit adalah langsung mendatangi ke rumahnya. Sesampainya, betapa kagetnya si Yahudi pemilik rumah bahwa orang yang selama ini diludahinya, disakiti setiap hari, ternyata adalah orang pertama kali menjenguknya di saat dia sakit.

Awalnya Si Yahudi diliputi rasa hawatir bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم akan membalas menyakitinya dikarenakan dirinya yang sedang sakit dan lemah tidak berdaya, tetapi apa yang disangkakannya ternyata keliru. Rasulullah صلى الله عليه وسلم datang untuk menjenguk, bahkan kemudian Beliau mendoakan Si Yahudi agar sembuh dari penyakitnya. Doa Rasulullah itu tanpa hijab (penghalang) dan tidak pernah tertolak. Maka tidak lama kemudian, sembuhlah Si Yahudi ini dari sakitnya. Lalu apa yang terjadi selanjutnya? Si Yahudi memeluk erat Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan menyatakan ingin masuk Islam. Dia kemudian mengucapkan Syahadat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan untuk memeluk agama Islam. Asyhadu allaa ilaa ha illallaah wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah (saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan saya bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah).


Ini benar-benar SANGAT LUAR BIASA, akhlak Rasulullah صلى الله عليه وسلم
tauladan kita semua, pensikapan terhadap kisah ini, mungkin beberapa orang akan mengatakan, "Ya jelas saja Beliau itu Nabi dan Rasul..!... Rasulullah صلى الله عليه وسلم bisa sabar diludahi orang, kan Beliau itu Nabi..! Dengan diutus kepada kita seorang Nabi Rasulullah صلى الله عليه وسلم dari kalangan manusia bukan malaikat, adalah biar tidak akan muncul sanggahan dari manusia untuk tidak bisa mencontoh Beliau, dengan berkata-kata seperti di atas...

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah." (QS. Al-Ahzab:21).

MENCINTAI RASULULLAH BERARTI MENGIKUTI SUNNAHNYA
Sunnah Rasulullah : yang berarti segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah , baik ucapan, perbuatan maupun penetapan beliau kitab “Taujiihun nazhar ila ushuulil atsar” (1/40), memiliki kedudukan yang sangat agung dalam Islam, karena Allah  menjadikan sunnah Rasulullah  sebagai penjelas dan penjabar dari al-Qur’an yang mulia, yang merupakan sumber utama syariat Islam. Oleh karena itu, tanpa memahami sunnah Rasulullah  dengan baik, seseorang tidak mungkin dapat menjalankan agama Islam dengan benar.

Allah berfirman:

وَأَنزلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نزلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka (dari Allah ), supaya mereka memikirkan” (QS an-Nahl:44).

Ketika Ummul mu’minin ‘Aisyah t ditanya tentang ahlak (tingkah laku) Rasulullah , beliau menjawab: “Sungguh akhlak Rasulullah  adalah al-Qur’an”[ HR. Muslim (no. 746)]. Ini berarti bahwa Rasulullah  adalah orang yang paling sempurna dalam memahami dan mengamalkan isi al-Qur’an, menegakkan hukum-hukumnya dan menghiasi diri dengan adab-adabnya[Lihat keterangan imam an-Nawawi dalam kitab “Syarh shahih Muslim” (6/26)]. Maka orang yang paling sempurna dalam memahami dan mengamalkan sunnah Rasulullah , dialah yang paling sempurna dalam berpegang teguh dan mengamalkan al-Qur’an dan agama Islam secara keseluruhan.

Imam Ahmad bin Hambal – semoga Allah  merahmatinya – berkata: “(Termasuk) landasan (utama) sunnah (syariat Islam) menurut (pandangan) kami (Ahlus sunnah wal jama’ah) adalah: bahwa sunnah Rasulullah  adalah penafsir dan argumentasi (yang menjelaskan makna) al-Qur’an”[Kitab “Ushuulus sunnah” (hal. 3)].

Oleh karena itulah, para ulama Ahlus sunnah wal jama’ah mendefinisikan sunnah Rasulullah  sebagai sesuatu yang mencakup syariat Islam secara keseluruhan, baik ucapan, perbuatan maupun keyakinan[kitab “Jaami’ul uluumi wal hikam” (hal. 321)].

Imam Abu Muhammad al-Barbahari[Hasan bin ‘Ali bin Khalaf al-Barbahari al-Bagdadi (wafat 328 H), biografi beliau dalam kitab “Siyaru a’laamin nubala’” (15/90)] berkata: “Ketahuilah, bahwa Islam itu adalah sunnah dan sunnah itu dialah Islam, yang masing-masing dari keduanya tidak akan tegak tanpa ada yang lainnya”[Kitab “Syarhus sunnah” (hal. 59)].

Mengikuti Rasulullah dengan benar sebagai bukti cinta kepada Allah
Allah  berfirman:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali ‘Imran:31).

Imam Ibnu Katsir, ketika menafsirkan ayat ini berkata: “Ayat yang mulia ini merupakan hakim (pemutus perkara) bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah, akan tetapi dia tidak mengikuti jalan (sunnah) Rasulullah , maka dia adalah orang yang berdusta dalam pengakuan tersebut dalam masalah ini, sampai dia mau mengikuti syariat dan agama (yang dibawa oleh) Nabi Muhammad  dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaannya”[Tafsir Ibnu Katsir (1/477)].

Imam al-Qadhi ‘Iyadh al-Yahshubi berkata: “Ketahuilah bahwa barangsiapa yang mencintai sesuatu, maka dia akan mengutamakannya dan berusaha meneladaninya. Kalau tidak demikian, maka berarti dia tidak dianggap benar dalam kecintaanya dan hanya mengaku-aku (tanpa bukti nyata). Maka orang yang benar dalam (pengakuan) mencintai Rasulullah  adalah jika terlihat tanda (bukti) kecintaan tersebut pada dirinya. Tanda (bukti) cinta kepada Rasulullah  yang utama adalah (dengan) meneladani beliau , mengamalkan sunnahnya, mengikuti semua ucapan dan perbuatannya, melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangannya, serta menghiasi diri dengan adab-adab (etika) yang beliau (contohkan), dalam keadaan susah maupun senang dan lapang maupun sempit”[ Kitab “asy-Syifa bita’riifi huquuqil mushthafa” (2/24)].

Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah bahwa mencintai dan mengagungkan sunnah Rasulullah  yang sebenarnya adalah dengan meneladani petunjuk dan sunnah beliau , dengan berusaha mempelajari dan mengamalkannya dengan baik. Dan bukanlah mencintai dan mengagungkan sunnah Rasulullah  dengan melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah[10] dengan mengatasnamakan cinta kepada beliau , atau memuji dan mensifati beliau  secara berlebihan, dengan menempatkan beliau  melebihi kedudukan yang telah Allah  tempatkan beliau padanya[kitab “Mahabbatur Rasul  bainal ittibaa’ wal ibtidaa’” (hal. 65-71)].

Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah  bersabda: “Janganlah kalian memuji diriku secara berlebihan dan melampaui batas, sebagaimana orang-orang nasrani melampaui batas dalam memuji (Nabi Isa) bin Maryam, karena sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba Allah, maka katakanlah: hamba Allah dan Rasul-Nya”[HSR al-Bukhari (no. 3261)].

Inilah makna cinta kepada Rasulullah  yang dipahami dan diamalkan oleh generasi terbaik umat ini, para sahabat y. Anas bin Malik t berkata: “Tidak ada seorangpun yang paling dicintai oleh para sahabat Rasulullah  melebihi beliau , akan tetapi jika mereka melihat beliau , mereka tidak berdiri (untuk menghormati beliau ), karena mereka mengetahui bahwa Rasulullah  membenci perbuatan tersebut”[HR at-Tirmidzi (5/90) dan Ahmad (3/132), dinyatakan shahih oleh at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani].

Bagaimana menyempurnakan cinta kepada sunnah Nabi  dalam diri kita?

Imam Ibnu Rajab al-Hambali membagi derajat (tingakatan) cinta kepada Rasulullah  menjadi dua tingakatan, yang berarti dengan menyempurnakan dua tingkatan ini seorang akan memiliki kecintaan yang sempurna kepada sunnah Rasulullah , yang ini merupakan tanda kesempurnaan iman dalam dirinya.

Dua tingkatan tersebut adalah:

1- Tingkatan yang fardhu (wajib), yaitu kecintaan (kepada Rasulullah ) yang mengandung konsekwensi menerima dan mengambil semua petunjuk yang dibawa oleh Rasulullah  dari sisi Allah dengan (penuh rasa) cinta, ridha, hormat dan patuh, serta tidak mencari petunjuk dari selain jalan (sunnah) beliau  secara utuh. Kemudian mengikuti dengan baik agama yang beliau  sampaikan dari Allah, dengan membenarkan semua berita yang beliau sampaikan, mantaati semua kewajiban yang beliau perintahkan, maninggalkan semua perbuatan haram yang dilarangnya, serta menolong dan berjihad (membela) agamanya, sesuai dengan kemampuan unutk (mengahadapi) orang-orang yang menentangnya. Tingkatan ini harus dipenuhi (oleh setiap muslim) dan tanpanya keimanan (seseorang) tidak akan sempurna.

2- Tingkatan fadhl (keutamaan/kemuliaan), yaitu kecintaan (kepada Rasulullah ) yang mengandung konsekwensi meneladani beliau  dengan baik, mengikuti sunnah beliau  dengan benar, dalam tingkah laku, adab (etika), ibadah-ibadah sunnah (anjuran), makan, minum, pakaian, pergaulan yang baik dengan keluarga, serta semua adab beliau  yang sempurna dan akhlak beliau yang suci. Demikian juga memberikan perhatian (besar) untuk memahami sejarah dan perjalanan hidup beliau , rasa senang dalam hati dengan mencintai, mengagungkan dan memuliakan beliau , senang mendengarkan ucapan (hadits) beliau , dan selalu (mendahulukan) ucapan beliau  di atas ucapan selain beliau. Dan termasuk yang paling utama dalam tingkatan ini adalah meneladani beliau  sikap zuhud beliau terhadap dunia, mencukupkan diri dengan hidup seadanya (sederhana) di dunia, dan kecintaan beliau  kepada (balasan yang sempurna) di akhirat (kelak)”[ Kitab “Istinyaaqu nasiimil unsi min nafahaati riyaadhil qudsi” (hal. 34-35].

Keutamaan mengikuti sunnah Rasulullah

     Allah  berfirman:

{لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا}

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzaab:21).

Ayat yang mulia ini menunjukkan kemuliaan dan keutamaan besar mengikuti sunnah Rasulullah , karena Allah  sendiri yang menamakan semua perbuatan Rasulullah  sebagai “teladan yang baik”, yang ini menunjukkan bahwa orang yang meneladani sunnah Rasulullah  berarti dia telah menempuh ash-shirathal mustaqim (jalan yang lurus) yang akan membawanya mendapatkan kemuliaan dan rahmat Allah.

Ketika menafsirkan ayat ini, imam Ibnu Katsir berkata: “Ayat yang mulia ini merupakan landasan yang agung dalam meneladani Rasulullah  dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaan beliau “[Tafsir Ibnu Katsir (3/626).].

Kemudian firman Allah  di akhir ayat ini mengisyaratkan satu faidah yang penting untuk direnungkan, yaitu keterikatan antara meneladani sunnah Rasulullah  dengan kesempurnaan iman kepada Allah dan hari akhir, yang ini berarti bahwa semangat dan kesungguhan seorang muslim untuk meneladani sunnah Rasulullah  merupakan pertanda kesempurnaan imannya.

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di ketika menjelaskan makna ayat di atas berkata: “Teladan yang baik (pada diri Rasulullah ) ini, yang akan mendapatkan taufik (dari Allah ) untuk mengikutinya hanyalah orang-orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan) di hari akhir. Karena (kesempurnaan) iman, ketakutan pada Allah, serta pengharapan balasan kebaikan dan ketakutan akan siksaan Allah, inilah yang memotivasi seseorang untuk meneladani (sunnah) Rasulullah “[Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 481].
----------------------------------------------------------------------------------
***************************************************
----------------------------------------------------------------------------------
(((~~~ Saat jiwa kita sangat mencintai kebenaran, maka rawatlah dengan sebaik-baiknya, sehingga Allah juga berkenan merawat dan melindungi kita untuk menjadi hamba-Nya yang selalu ber-istiqomah.

"Bersegeralah beramal sebelum datangnya rangkaian fitnah seperti sepenggalan malam yang gelap gulita, seorang laki-laki di waktu pagi mukmin dan di waktu sore telah kafir, dan di waktu sore beriman dan pagi menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan kesenangan dunia." (HR. Ahmad no: 8493)

"Bersegeralah kamu dengan mengerjakan amalan-amalan (shalih) sebelum munculnya berbagai macam fitnah (kerusakan/ penyimpangan dalam agama) yang (gambarannya) seperti satu bagian malam yang gelap gulita, (sehingga) ada seorang yang di waktu pagi dia masih memiliki iman tapi di waktu sore dia telah menjadi orang yang kafir, dan (ada juga) yang di waktu sore dia masih memiliki iman tapi besok paginya dia telah menjadi orang yang kafir, dia menjual agamanya dengan perhiasan dunia.” (HR. Muslim no: 118).~~~)))
----------------------------------------------------------------------------------
***************************************************
----------------------------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar